Sabtu, 07 November 2015

TUGAS UTS SOSIOLOGI HUKUM HES III A

NAMA           : ARDINI FITRIA N.
NIM                : 1711143007

PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN MASYARAKAT DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan  yang mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melayani kebutuhan diantaranya adalah :
Penjelasan dalam Bab III : Larangan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 5 yang bunyinya setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
            Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 44 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
1)      Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga   ebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2)      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3)      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
4)      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Lalu dalam Pasal 6 telah dijelaskan tentang Kekerasan Fisik. Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 45 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
(1)   Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana imaksud dalam Pasal 5 huruf b2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Selanjutnya  pada Pasal 7 dijelaskan tentang Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
            Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 46 sampai 48 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan dalam Pasal 8 menjelaskan tentang Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a.              pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b.             pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Dan dalam Pasal 9 dijelaskan tentang :
1)      Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2)      Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 49 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
a.       menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b.      menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Dari semua pasal yang dijelaskan di atas itu mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melayani kebutuhan. Hal yang dimaksud berarti bahwa Hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini diciptakan setelah adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dari dulu sampai sekarang pun masih sering dilakukan. Tujuannya adalah untuk menindak lanjuti tindak itu tadi. Dan pasal-pasal tersebut sudah sesuai untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam kebutuhan akan hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lalu sekarang ini sudah terlihat perubahan sosial yang terjadi diantaranya adalah para masyarakat sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang dalam melakukan kekerasan rumah tangga. Jadi hukum bisa dikatakan selalu menyesuaikan diri pada laju perkembangan perubahan sosial di masyarakat. Dan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum tersebut sesuai paradigma ini adalah hukum bisa berubah seperti keinginan masyarakat.

PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAKUKAN REKAYASA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan  yang mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melakukan rekayasa sosial diantaranya adalah :
Dalam BAB V : Mengenai Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat yang terdapat dalam Pasal 15 bunyinya setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Dari pasal yang dijelaskan ini mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melakukan rekayasa sosial. Hal yang dimaksud berarti bahwa Hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini diciptakan untuk membuat peraturan kepada masyarakat agar dipatuhi dan masyarakat itu menghindari tindak kekerasan dalam rumah tangga di masa mendatang. Agar jangan sampai masyarakat itu bertindak KDRT lagi. Dan pasal tersebut sudah sesuai sebagai proses yang diharapkan agar hukum itu bisa merubah masyarakat secara langsung pada masa depan.

KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIANGGAP KURANG RELEVAN DAN DIUSULKAN UNTUK DIUBAH DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan  yang kurang relevan dan diusulkan untuk dirubah, antara lain :
Yang diatur dalam BAB V mengenai Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat yang dijelaskan dalam Pasal 12, yaitu :
(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pemerintah :
  1. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;
  2. Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
  3. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan
  4. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu  kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan Akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.
(3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dari pasal yang dijelaskan tersebut saya anggap kurang relevan karena pada ayat (1) bab (b) yang menyebutkan bahwa pemerintah harus menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut karena saya menilai sampai sekarang Pemerintah masih kurang dalam melakukan pemberitahuan ataupun sosialisasi-sosialisasi kepada para masyarakat tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Maka tidak heran bahwasanya sekarang masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hukum, sehingga masih banyak masyarakat yang masih melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

(1)   Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 
Continue Reading...

Followers

Grab A Button

Follow The Author