Sabtu, 07 November 2015

TUGAS UTS SOSIOLOGI HUKUM HES III A

NAMA           : ARDINI FITRIA N.
NIM                : 1711143007

PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN MASYARAKAT DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No.23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan  yang mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melayani kebutuhan diantaranya adalah :
Penjelasan dalam Bab III : Larangan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 5 yang bunyinya setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran rumah tangga.
            Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 44 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
1)      Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga   ebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2)      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
3)      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
4)      Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Lalu dalam Pasal 6 telah dijelaskan tentang Kekerasan Fisik. Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 45 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
(1)   Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana imaksud dalam Pasal 5 huruf b2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2)   Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Selanjutnya  pada Pasal 7 dijelaskan tentang Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
            Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 46 sampai 48 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama 4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Sedangkan dalam Pasal 8 menjelaskan tentang Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a.              pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b.             pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Dan dalam Pasal 9 dijelaskan tentang :
1)      Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2)      Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal 49 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang yang :
a.       menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);
b.      menelantarkan orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Dari semua pasal yang dijelaskan di atas itu mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melayani kebutuhan. Hal yang dimaksud berarti bahwa Hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini diciptakan setelah adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dari dulu sampai sekarang pun masih sering dilakukan. Tujuannya adalah untuk menindak lanjuti tindak itu tadi. Dan pasal-pasal tersebut sudah sesuai untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam kebutuhan akan hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lalu sekarang ini sudah terlihat perubahan sosial yang terjadi diantaranya adalah para masyarakat sedikit demi sedikit sudah mulai berkurang dalam melakukan kekerasan rumah tangga. Jadi hukum bisa dikatakan selalu menyesuaikan diri pada laju perkembangan perubahan sosial di masyarakat. Dan hubungan antara perubahan sosial dan perubahan hukum tersebut sesuai paradigma ini adalah hukum bisa berubah seperti keinginan masyarakat.

PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAKUKAN REKAYASA SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan  yang mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melakukan rekayasa sosial diantaranya adalah :
Dalam BAB V : Mengenai Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat yang terdapat dalam Pasal 15 bunyinya setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Dari pasal yang dijelaskan ini mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melakukan rekayasa sosial. Hal yang dimaksud berarti bahwa Hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini diciptakan untuk membuat peraturan kepada masyarakat agar dipatuhi dan masyarakat itu menghindari tindak kekerasan dalam rumah tangga di masa mendatang. Agar jangan sampai masyarakat itu bertindak KDRT lagi. Dan pasal tersebut sudah sesuai sebagai proses yang diharapkan agar hukum itu bisa merubah masyarakat secara langsung pada masa depan.

KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIANGGAP KURANG RELEVAN DAN DIUSULKAN UNTUK DIUBAH DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan  yang kurang relevan dan diusulkan untuk dirubah, antara lain :
Yang diatur dalam BAB V mengenai Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat yang dijelaskan dalam Pasal 12, yaitu :
(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pemerintah :
  1. Merumuskan kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;
  2. Menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
  3. Menyelenggarakan sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan
  4. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu  kekerasan dalam rumah tangga serta menetapkan standar dan Akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri.
(3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dari pasal yang dijelaskan tersebut saya anggap kurang relevan karena pada ayat (1) bab (b) yang menyebutkan bahwa pemerintah harus menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga. Hal tersebut karena saya menilai sampai sekarang Pemerintah masih kurang dalam melakukan pemberitahuan ataupun sosialisasi-sosialisasi kepada para masyarakat tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Maka tidak heran bahwasanya sekarang masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hukum, sehingga masih banyak masyarakat yang masih melakukan tindak kekerasan dalam rumah tangga.

DAFTAR PUSTAKA

(1)   Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. 
Continue Reading...

Senin, 26 Oktober 2015

Kasus tentang Solidaritas Masyarakat menurut Emile Durkheim

Beberapa bulan yang lalu di sebuah Desa F telah terjadi kecelakaan. Kecelakaan ini terjadi pada waktu sore hari ketika jam pulang kerja. Memang jam segitu merupakan jam yang rawan, banyak orang yang memacu kendaraannya dengan kecepatan yang tinggi karena ingin segera pulang dan bertemu dengan keluarganya di runah.
Pada suatu sore, tiba-tiba terdengar suara tabrakan yang amat keras, lalu selang beberapa saat juga terdengar suara anak kecil yang menangis dengan kencangnya. Warga sekitar yang mendengar hal tersebut segera lari keluar rumah untuk mencari sumber suara tersebut. Para pengendara yang ada di jalan juga banyak yang berhenti melihat kecelakaan tersebut. Ternyata di aspal jalan telah tergeletak seorang ibu-ibu dan anaknya yang terluka parah beserta motornya yang jatuh. Menurut warga yang ada dan melihat di tempat kejadian tsb., ibu dan anak ini merupakan korban tabrak lari dari sebuah truk yang menyerempetnya. Melihat kejadian itu ada seorang warga yang tanggap dengan cepat dia mengejar sopir truk yang telah menyebabkan korban tadi celaka. Dan akhirnya, warga tadi berhasil mengerjar si sopir truk yang belum jauh dari TKP. Warga yang mengejar tadi memberhentikan truk itu lalu membawa sang sopir ke tempat kejadian si korban yang jatuh. Di situ warga lain sudah merasa geram karena si sopir telah menabrak dan tidak bertanggung jawab lalu lari begitu saja. Mereka ingin memukuli si sopir, tapi emosi mereka masih terkontrol untuk mendengar penjelasan dari si sopir kenapa lari dari tanggung jawab. Si sopir menjelaskan kalau dia tidak merasa menyerempet ibu-ibu itu dan dia pun juga tidak tau akan kejadian kecelakaan itu. Mendengar pernyataan si sopir itu, emosi warga sudah memuncak dan tidak bisa dibendung lagi. Mereka pun langsung mengeroyok dan mengahajar si sopir sampai babak belur.
 Tak lama kemudian, datanglah anggota dari Kepolisian Polsek setempat, ternyata tadi ada salah satu warga yang sudah menelpon dan melaporkan kejadian tersebut pada Polsek setempat. Si sopir tadi lalu diserahkan dan dibawa oleh pihak yang berwajib beserta barang bukti truk yang menyebabkan kecelakaan tadi. Sang korban pun sudah dibawa warga ke rumah sakit terdekat untuk ditangani karena luka yang cukup parah.

Analisa kasus :

Dilihat dari pendapat Emile Durkheim tentang “Hukum merupakan cerminan dari solidaritas masyarakat”, maka kasus ini bisa dikategorikan pada Solidaritas Mekanis, karena kasus ini dijumpai di lingkungan desa yang masyarakatnya sendiri masih kental dengan kebersamaan dan gotong-royong yang biasanya disebut dengan Paguyuban. Meskipun dalam hal ini masyarakat kompak dalam hal mengeroyok pelaku yang sudah menyebabkan korban jatuh dan terluka karena terserempet oleh truk si pelaku. Dan dalam kasus ini dijumpai kaidah hukum Represif, yaitu kaidah hukum yang sanksi-sanksinya mendatangkan penderitaan bagi mereka yang melanggar kaidah-kaidah hukum yang bersangkutan. Karena dalam kaidah ini telah terlihat ketika ada salah satu orang yang dirugikan, maka orang yang lain akan merasakan perasaan yang sama. Lalu mereka akan melampiaskan kemarahannya pada si pelaku yang telah berbuat pelanggaran hukum tersebut dan untuk memberikan efek jera pada si pelaku.
Continue Reading...

Selasa, 06 Oktober 2015

Kasus Pelanggaran Hukum Lalu Lintas yang Menelan Korban Jiwa dan Perbandingannya menurut Struktur Lapisan-lapisan Sosial Masyarakat


Nama : Ardini Fitria Ningrum
NIM   : 1711143007

Tabel 1 : Lapisan Sosial Atas yang Terkena Kasus Hukum Lalu-lintas yang Berkedudukan sebagai Terdakwa.
NO.
Jenis Pidana yang dilakukan
Nama dan Jumlah Korban
Jumlah Kerugian Secara Materiil
Jumlah Kerugian secara Immateriil
Perlakuan Aparat (Polisi, Jaksa, Hakim)
Fasilitas yang Diterima selama Proses Hukum Berlangsung.
1.
Melanggar pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyatakan, bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikannya. 
Korban tewas:
1)Surahman (31)
2)Agus Wahyudi Haryono (40)
3)Rizky Aditya Santoso (20)
4)Agus Komara (45)
5)Khomarudin 
6)Nurmas

Korban luka-luka:
1)Noval
2)Zulhari
3)Abdul Qadir Mufti
4)Probi Anjar
5)Roejo Widodo
6)Pardomuan Sinaga
7)Nugroho Brury Laksono
8)Wahyudi
1) Mitsubishi Lancer B 80 SAL
2) Avanza D 1882 UZJ
3)Mitsubishi Gran Max B 1348 TSL
Semua ditaksir mencapai milyaran rupiah.
Dul adalah seorang artis papan atas, dia menjadi sorotan publik karena ulahnya yang menewaskan 6 korban dan 8 lainnya mengalami luka-luka. Dan pastinya dia juga merasa takut.
Karena Dul masih di bawah umur, penanganan kasus kecelakaan itu tetap akan mengacu pada UU Perlindungan Anak dan dia dinyatakan bebas lalu dikembalikan pada orang tuanya.
Selama proses hukum berlangsung Dul tidak ditahan, dia hanya wajib lapor saja.
2.
Melanggar Pasal 310 Ayat (2) dan Pasal 310 Ayat (4) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) Nomor 22 Tahun 2009.
Korban Tewas :
1.Harun (50) 2.Muhammad Reihan (1,5)

Korban luka-luka:
1. Enung (ibu Raihan)
2. M Ripal (kakak Raihan)
3. Supriyati
1) Mobil Daihatsu Luxio F 1622 CY
2) Mobil BMW X5
Kerugian materiil ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.
Merasa malu karena dia adalah anak seorang menteri yang jabatannya sangat tinggi di Negara ini.
Hanya wajib lapor saja tanpa adanya penahanan.
Meski dua pasal kecelakaan hingga menyebabkan korban luka ringan, korban meninggal dunia, dan kerusakan barang telah terpenuhi, hakim hanya memvonis Rasyid pidana penjara 5 bulan atau denda uang sebesar Rp 12 juta dengan masa percobaan hukuman selama 6 bulan, lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni 8 bulan penjara dengan masa percobaan 12 bulan dan subsider 6 bulan.
Selama proses hukum Rasyid boleh tinggal di rumahnya dan berjalan-jalan ke berbagai tempat
3.
Melanggar undang – undang yang secara dogmatis dalam pasal 310 ayat (4) UU No.22 tahun 2009 “Dalam hal kecelakaan sebagaimana di maksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia,dipidana dengan pidana penjara paling lama 6(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.000,00 (Dua belas juta rupiah).
Dan melanggar Pasal kelalaian berakibat kematian Pasal 359 KUHP “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun”.
Korban tewas:
1)      Virginia Anggreini

Korban luka-luka:
1)                 Via (istrinya Syamsul abang kandung Saipul Jamil)
2)                 Arum
3)                 Imas

Mobil toyota Avanza merah maroon yang ditaksir kerugiannya mencapai jutaan rupiah.






Saiful Jamil yang dijadikan tersangka merasa sangat syock dan terpukul karena istrinya lah yang menjadi korban tewas dalam kecelakaan tersebut.
Meskipun Saiful  Jamil dianggap sebagai tersangka yang telah dianggap telah lalai dalam mengemudikan mobinya dan telah menyebabkan penumpangnya meninggal dunia, tapi dia sekarang malah bebas hidup di luar tahanan dan masih melakukan aktifitas keartisannya.
Selama proses hukum berlangsung, Saiful yang dianggap sebagai tersangka dia masih bebas di luar tahanan.

Tabel 2 : Lapisan Sosial Bawah  yang Terkena Kasus Hukum Lalu-lintas yang Berkedudukan sebagai Terdakwa.
NO.
Jenis Pidana yang dilakukan
Nama dan Jumlah Korban
Jumlah Kerugian Secara Materiil
Jumlah Kerugian secara Immateriil
Perlakuan Aparat (Polisi, Jaksa, Hakim)
Fasilitas yang Diterima selama Proses Hukum Berlangsung.
1.
Pasal 283 Jo Pasal 310 ayat (3) UU No: 22 tahun 2009 tentang UULAJ (https://www.facebook.com/AnalisTokohPolitik/posts/510015182382257)
1) Annisa Azward (meninggal dunia)

-
-
Sopir angkot yang bernama Jamal langsung dijerat pasal Pasal 283 Jo Pasal 310 ayat (3) UU No: 22 tahun 2009 tentang UULAJ.  Polisi menyebut Jamal lalai karena tak menutup pintu angkot rute Kota-Pademangan tersebut. Akibatnya mahasiswi UI Annisa azward meninggal dunia.
Selama proses hukum berlangsung tersangka ditahan.
2.
Pasal 283, 287 ayat 5, Pasal 288, Pasal 310 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4 (http://www.merdeka.com/peristiwa/beda-perlakuan-anak-hatta-dan-afriyani-saat-kecelakaan-maut.html)
Korban tewas :
1) Moch Hudzaifal alias Ujay, 16 tahun.
2) Firmansyah, 21
3) Suyatmi, 51
4) Yusuf Sigit, 16
5) Ari, 2,5
6) Nanik Riyanti,25 (hamil 3 bulan)
7)  Fifit Alfia Fitriasih, 18
8) Wawan Hermawan, 24
9) Mochamad Akbar, 23

Korban luka:
1) Siti Mukaromah, 30
2)  Keny, 8
3) Indra, 11
4) Teguh Hadi Purnomo, 30
Sebuah mobil Daihatsu Xenia B 2479 XI ditaksir kerugian mencapai ratusan juta rupiah.
-
 Afriyani divonis Majelis Hakim dengan 15 tahun penjara untuk mempertanggungjawabkan kasus kecelakaan yang menyebabkan tewasnya sembilan orang dan empat orang terluka di Jalan Ridwan Rais pada 22 Januari 2012 (megapolitan.kompas.com, 19 Desember 2012).
Selama proses hukum Afriyani   harus mendekam di dalam tahanan.
3.
Kecelakaan Livina maut di Jakarta Selatan yang melanggar Pasal 311 Ayat 4 dan 5 tahun 2009 Undang-Undang Lalu Lintas tentang kecelakaan yang mengakibatkan nyawa orang lain melayang.
Korban tewas:
1)Maulana (44)
2)Hardianto (33)

Kerugian materiil berupa mobil Nissan Grand Livina bernomor polisi B 1346 ZVA dan truk bernomor polisi E 9242 HB ditaksir mencapai jutaan rupiah. 
-
Pengemudi  mobil Nissan Grand Livina yang dijadikan tersangka dijatuhi hukuman berupa kurungan penjara  hingga 12 tahun.
Selama proses hukum Afriyani   harus mendekam di dalam tahanan.



Analisa Kasus:

         Dari perbandingan tabel di atas, dapat dilihat bahwa stratifikasi sosial itu sangat mempengaruhi perlakuan hukum pada pelakunya. Dapat dilihat bahwa semakin tinggi kedudukan seseorang dalam stratifikasi, maka semakin sedikit lah hukum yang mengaturnya, hal ini telah dicontohkan oleh kasus di atas yaitu pada kasus kecelakaan Abdul Qadir Jaelani (Dul). Meskipun Dul telah terbukti bersalah yaitu melanggar pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan menyatakan, “bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor wajib memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) sesuai dengan jenis kendaraan yang dikemudikannya” namun Dul sekarang malah bebas melakukan aktifitas nya di luar penjara dan dia hanya dikembalikan kepada orang tuanya karena dianggap masih berada di bawah umur. Hal serupa juga terjadi pada Rasyid Hatta Rajasa meskipun dia terbukti bersalah karena kelalaiannya yang menyebabkan nyawa orang lain melayang, tapi anak menteri ini tidak ditahan di penjara. Dia malah bebas beraktiftas. Sempat bermain futsal juga.
       Di pihak lain, semakin rendah kedudukan seseorang dalam stratifikasi, maka semakin banyak hukum yang mengaturnya. Hal ini dibuktikan dengan kasus yang dialami oleh Sopir angkot bernama Jamal. Dia langsung dijerat pasal 283 Jo Pasal 310 ayat (3) UU No: 22 tahun 2009 tentang UULAJ karena Polisi menyebut Jamal lalai karena tak menutup pintu angkot rute Kota-Pademangan tersebut yang mengakibatkan mahasiswi UI Annisa Azward meninggal dunia.
        Maka dapat ditarik kesimpulan yang sesuai dengan pendapat “Donal Black” yaitu Penegak Hukum sangat perkasa, keras tanpa belas kasihan bila berhadapan dengan lapisan sosial bawah, tapi sangat loyo dan tak berdaya bila berhadapan dengan lapisan sosial atas. Hal ini disebabkan karena ada yang mengatakan bahwa yang menentukan hukum yang berlaku adalah masyarakat kalangan atas. Penegakan hukum terhadap lapisan-lapisan masyarakat yang tergolong kalangan atas begitu terasa tumpul, lambat dan tidak jelas akhirnya. Perlakuan yang berbeda ketika hal pelaku/korbannya adalah golongan yang berkategori masyarakat lapisan bawah. Hal ini membuat kaum miskin semakin terpojok. Sehingga dalam penerapanya hukum sudah seperti mata pisau yang tajam ke bawah dan tumpul ke atas.





Continue Reading...

Followers

Grab A Button

Follow The Author