NAMA : ARDINI FITRIA
N.
NIM :
1711143007
PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAYANI KEBUTUHAN
MASYARAKAT DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik
Indonesia No.23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mencerminkan paradigma hukum sebagai
alat untuk melayani kebutuhan diantaranya adalah :
Penjelasan dalam Bab III : Larangan
Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 5 yang bunyinya setiap orang dilarang
melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah
tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual; atau
d. penelantaran
rumah tangga.
Mengenai hukumannya
pasal ini berkaitan dengan Pasal 44 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang
isinya :
1)
Setiap
orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga ebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a1 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak
Rp.15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).
2)
Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat
jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp.30.000.000,00 (tiga puluh juta
rupiah).
3)
Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengakibatkan matinya korban,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda
paling banyak Rp 45.000.000,00 (empat puluh lima juta rupiah).
4)
Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Lalu dalam Pasal 6 telah dijelaskan tentang Kekerasan Fisik. Kekerasan
fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. Mengenai hukumannya
pasal ini berkaitan dengan Pasal 45 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang
isinya :
(1)
Setiap
orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana
imaksud dalam Pasal 5 huruf b2 dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).
(2)
Dalam
hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap
isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari,
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling
banyak Rp 3.000.000,00 (tiga juta rupiah).
Selanjutnya pada Pasal 7
dijelaskan tentang Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5
huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya
diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau
penderitaan psikis berat pada seseorang.
Mengenai hukumannya
pasal ini berkaitan dengan Pasal 46 sampai 48 dalam BAB VIII mengenai Tindak
Pidana yang isinya :
Pasal 46
Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah).
Pasal 47
Setiap orang yang memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan
hubungan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dipidana dengan
pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan pidana penjara paling lama 15
(lima belas) tahun atau denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta
rupiah) atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).
Pasal 48
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal
47 mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh
sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurangkurangnya selama
4 (empat) minggu terus menerus atau 1 (satu) tahun tidak berturut-turut, gugur
atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat
reproduksi, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun atau denda paling sedikit Rp
25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00
(lima ratus juta rupiah).
Sedangkan dalam Pasal 8 menjelaskan tentang Kekerasan
seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi :
a.
pemaksaan
hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah
tangga tersebut;
b.
pemaksaan
hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
Dan dalam Pasal 9 dijelaskan tentang
:
1)
Setiap
orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal
menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia
wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
2)
Penelantaran
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah
kendali orang tersebut.
Mengenai hukumannya pasal ini berkaitan dengan Pasal
49 dalam BAB VIII mengenai Tindak Pidana yang isinya :
Pasal 49
Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau
denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah), setiap orang
yang :
a.
menelantarkan
orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
ayat (1);
b.
menelantarkan
orang lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2).
Dari semua pasal yang dijelaskan di
atas itu mencerminkan paradigma hukum sebagai alat untuk melayani
kebutuhan. Hal yang dimaksud berarti bahwa Hukum tentang Penghapusan Kekerasan
Dalam Rumah Tangga ini diciptakan setelah adanya tindak kekerasan dalam rumah tangga yang dari dulu sampai sekarang pun masih sering dilakukan. Tujuannya adalah untuk menindak lanjuti tindak itu tadi. Dan pasal-pasal
tersebut sudah sesuai untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam kebutuhan akan
hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lalu sekarang ini sudah
terlihat perubahan
sosial yang terjadi diantaranya adalah para masyarakat sedikit demi sedikit
sudah mulai berkurang dalam melakukan kekerasan rumah tangga. Jadi hukum bisa
dikatakan selalu menyesuaikan diri pada laju perkembangan perubahan sosial di masyarakat. Dan hubungan antara
perubahan sosial dan perubahan hukum tersebut sesuai paradigma ini adalah hukum
bisa berubah seperti keinginan masyarakat.
PENERAPAN PARADIGMA HUKUM SEBAGAI ALAT UNTUK MELAKUKAN REKAYASA
SOSIAL DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang mencerminkan paradigma hukum sebagai
alat untuk melakukan rekayasa sosial diantaranya adalah :
Dalam BAB V : Mengenai Kewajiban Pemerintah dan Masyarakat yang
terdapat dalam Pasal 15 bunyinya setiap orang yang mendengar, melihat, atau
mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya
sesuai dengan batas kemampuannya untuk :
a. mencegah berlangsungnya tindak pidana;
b. memberikan perlindungan kepada korban;
c. memberikan pertolongan darurat; dan
d. membantu
proses pengajuan permohonan penetapan perlindungan.
Dari pasal yang dijelaskan ini mencerminkan
paradigma hukum sebagai alat untuk melakukan rekayasa sosial. Hal yang dimaksud
berarti bahwa Hukum tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini
diciptakan untuk membuat peraturan kepada masyarakat agar dipatuhi dan
masyarakat itu menghindari tindak kekerasan dalam rumah tangga di masa mendatang. Agar jangan sampai masyarakat itu bertindak KDRT lagi. Dan pasal tersebut sudah sesuai sebagai proses yang diharapkan agar hukum itu
bisa merubah masyarakat secara langsung pada masa depan.
KETENTUAN-KETENTUAN YANG DIANGGAP KURANG RELEVAN DAN DIUSULKAN
UNTUK DIUBAH DALAM UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA.
Di dalam Undang-undang Republik
Indonesia No. 23 Tahun 2004, yang membahas tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
Rumah Tangga terdapat beberapa ketentuan-ketentuan yang kurang relevan dan diusulkan untuk
dirubah, antara lain :
Yang diatur dalam BAB V mengenai Kewajiban Pemerintah dan
Masyarakat yang dijelaskan dalam Pasal 12, yaitu :
(1) Untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11, Pemerintah :
- Merumuskan
kebijakan tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga;
- Menyelenggarakan
komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan dalam rumah tangga;
- Menyelenggarakan
sosialisasi dan advokasi tentang kekerasan dalam rumah tangga; dan
- Menyelenggarakan
pendidikan dan pelatihan sensitif gender dan isu kekerasan dalam rumah tangga serta
menetapkan standar dan Akreditasi pelayanan yang sensitif gender.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh
Menteri.
(3) Menteri dapat melakukan koordinasi dengan instansi terkait
dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
Dari pasal yang dijelaskan tersebut saya
anggap kurang relevan karena pada ayat (1) bab (b) yang menyebutkan bahwa
pemerintah harus menyelenggarakan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan
dalam rumah tangga. Hal tersebut karena saya menilai sampai sekarang Pemerintah
masih kurang dalam melakukan pemberitahuan ataupun sosialisasi-sosialisasi
kepada para masyarakat tentang Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Maka tidak
heran bahwasanya sekarang masih banyak masyarakat yang belum sadar akan hukum,
sehingga masih banyak masyarakat yang masih melakukan tindak kekerasan dalam
rumah tangga.
DAFTAR PUSTAKA
(1)
Undang-undang
No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Mengenai masalah kekerasan dalam ruamhtangga. Misalnya contoh, jika ada seseorang sebut saja A mengetahui kekerasan yang dilakukan si suami kepada si istri, namun si A enggan untuk melaporkan kepihak yang berwajib karena jika hal itu dilaporkan maka si istri akan semakin disiksa. Kalau menurut anda apa yang harus dilakukan si A?jelaskan menurut undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga!
BalasHapusUntuk uu yang tidak relevan menurut saya uu itu sudah cukup logis. karena dengan uu tu akan membuat masyarakat tau tentang dampak dari KDRT saya kira alasan anda kurang tepat mengenai UU ini.
BalasHapusiya.. terima kasih..
Hapustapi seharusnya itu lebih dipertegas lagi dengan "mewajibkan" para pihak-pihak terkait agar mereka benar-benar mensosialisasikan ke masyarakat supaya tercapai perubahan sosial.. dan berkurangnya Kekerasan dalam Rumah tangga.. karena selama ini sosialisasi itu masih kurang dalam penerapannya.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusseharusnya dalam setiap pasal yang sudah anda cantumkan diatas itu lebih rinci kalau di analisis paradigma dalam setiap pasalnya, sedangkan tugas kita menganalisis setiap pasal, bukan menganalisis kesimpulan dari semua pasal yang sudah kita sebutkan.
BalasHapustujuannya agar dalam setiap pasal yang sudah anda sebutkan itu bukan hanya berisi hukum-hukumnya saja akan tetapi analisinya juga. agar memudahkan pembaca artikel anda.
terimakasih.
seharusnya dalam setiap pasal yang sudah anda cantumkan diatas itu lebih rinci kalau di analisis paradigma dalam setiap pasalnya, sedangkan tugas kita menganalisis setiap pasal, bukan menganalisis kesimpulan dari semua pasal yang sudah kita sebutkan.
BalasHapustujuannya agar dalam setiap pasal yang sudah anda sebutkan itu bukan hanya berisi hukum-hukumnya saja akan tetapi analisinya juga. agar memudahkan pembaca artikel anda.
terimakasih.
Jadi begini mbak.. kenapa saya tidak menganalisis paradigma per pasal karena pasal-pasal tersebut sudah cukup jelas dan mudah dipahami. Mengenai hubungan juga sudah saya jelaskan dalam sebuah kesimpulan. Mengapa saya lebih memilih menjelaskan dalam sebuah kesimpulan? Karena dalam satu paradigma itu tercantum beberapa pasal, namun penjelasan tentang hubungan hukum dengan paradigma nya itu adalah tetap satu. Jadi sudah cukup mewakili per paradigma.
HapusApakah pada pasal 11 ayat 1 poin a dengan adanya kebijakan penghapusan KDRT sudah berjalan efektif ?
BalasHapusTapi dalam kenyataannya disini masyarakat masih rendah hukum. Faktanya meskipun telat terjadi tindak kekerasan dalam rumah tangga, kebanyakan si istri tidak melaporkan suaminya ke pihak yang berwajib meskipun sudah berulang kali dia mendapatkan kekerasan
BalasHapusNilai 60. Pendapat anda tidak didukung oleh data dan argumentasi.
BalasHapus