NIM : 1711143007
KELAS : HES IV A
NO
|
PERUBAHAN
PASAL
|
|
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN
1992
|
UNDANG-UNDANG
NOMOR 10
TAHUN 1998
|
|
1.
|
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan, dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak;
2.
Bank Umum adalah
bank yang dapat memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
3.
Bank Perkreditan
Rakyat adalah bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito
berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
4.
Bank Campuran
adalah Bank Umum yang didirikan bersama oleh satu atau lebih Bank Umum yang
berkedudukan di Indonesia dan didirikan oleh warga negara Indonesia dan/atau
badan hukum Indonesia yang dimiliki sepenuhnya oleh warga negara Indonesia,
dengan satu atau lebih bank yang berkedudukan di luar negeri;
5.
Kantor Cabang
adalah setiap kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada
kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan tempat usaha yang permanen dimana
kantor cabang tersebut melakukan kegiatannya;
6.
Simpanan adalah
dana yang dipercayakart oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro,
deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya
yang dipersamakan dengan itu;
7.
Giro adalah
simpanan yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran dan penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek sarana perintah pembayaran
lainnya, atau dengan cara pemindahbukuan;
8.
Deposito berjangka
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan;
9.
Sertifikat
Deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat
diperdagangkan;
10. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu;
11. Surat Berharga adalah surat pengakuan hutang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau
kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim
diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang;
12. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga,
imbalan atau pembagian hasil keuntungan;
13. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan kontrak
antara Bank Umum dengan penitip yang didalamnya ditentukan bahwa Bank Umum
yang bersangkutan melakukan penyimpanan harta tanpa mempunyai hak kepemilikan
atas harta tersebut;
14. Wali Amanat adalah Bank Umum, yang berdasarkan suatu
perjanjian antara Bank Umum tersebut dengan emiten surat berharga, ditunjuk
untuk mewakili kepentingan semua pemegang surat berharga tersebut;
15. Pihak Terafiliasi adalah :
a.
anggota dewan
komisaris atau pengawas, direksi, pejabat, atau karyawan bank;
b.
anggota pengurus,
badan pemeriksa, direksi, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi bank yang
berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c.
pihak yang
memberikan jasanya kepada bank yang bersangkutan, termasuk konsultan,
konsultan hukum, akuntan publik, penilai;
d.
pihak yang
berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank;
16. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keuangan dan hal-hal lain dari nasabah bank yang menurut kelaziman dunia
perbankan wajib dirahasiakan;
17. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang yang berlaku;
18. Dewan Moneter adalah dewan moneter sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang yang berlaku;
19. Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia;
20. Pemerintah adalah Pemerintah Republik Indonesia.
|
Pasal 1
Dalam
Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1.
Perbankan
adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2.
Bank
adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau
bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
3.
Bank
Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran;
4.
Bank
Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran;
5.
Simpanan
adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank berdasarkan
perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito,
tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
6.
Giro
adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan
cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya, atau dengan pemindahbukuan;
7.
Deposito
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu
berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan bank;
8.
Sertifikat
Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya
dapat dipindahtangankan;
9.
Tabungan
adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek, bilyet giro,
dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;
10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham,
obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain,
atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan
dalam pasar modal dan pasaruang;
11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga;
12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan
uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau
bagi hasil;
13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam
antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan
kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah,
antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah),
pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual
beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang
modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan
adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank
oleh pihak lain (ijarah wa iqtina);
14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau
kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan
tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut;
15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh Bank
Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan
perjanjian antara Bank Umum dengan emiten surat berharga yang bersangkutan;
16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;
17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di bank
dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
18. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung
jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha
yang jelas dimana kantor cabang tersebut melakukan usahanya;
20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam undang-undang yang berlaku;
21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang berlaku;
22. Pihak Terafiliasi adalah: anggota Dewan Komisaris, pengawas,
Direksi atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank; anggota pengurus,
pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat, atau karyawan bank, khusus bagi
bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku; pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan
publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya; pihak yang menurut
penilaian Bank Indonesia turut serta mempengaruhi pengelolaan bank, antara
lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga Komisaris, keluarga pengawas,
keluarga Direksi, keluarga pengurus;
23. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah;
24. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui
skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya;
25. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan cara
tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya
dengan atau tanpa melikuidasi;
26. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan
cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau
tanpa melikuidasi;
27. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;
28. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
|
2.
|
Pasal 6
k. melakukan kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan
wali amanat;
|
Pasal 6 k dihapus
|
3.
|
Pasal 6
melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang
tidak bertentangan dengan Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan
yang berlaku
|
Pasal
6
m. menyediakan
pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah,
sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
|
4.
|
Pasal 7
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara
untuk mengatasi akibat kegagalan kredit, dengan syarat harus menarik kembali
penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
|
Pasal 7
c. melakukan kegiatan penyertaan modal
sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
|
5.
|
Pasal 8
Dalam
memberikan kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan
kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang
diperjanjikan.
|
Pasal
8
1)
Dalam
memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib
mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas iktikad dan
kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau
mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
2)
Bank
Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
|
6.
|
Pasal 11
(1)
Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang
serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau sekelompok
peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok
yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(3) Bank
Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga, atau hal lain yang
serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada :
a. pemegang
saham yang memiliki 10% (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor
bank;
b. anggota
dewan komisaris;
c. anggota
direksi;
d. keluarga
dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c;
e. dan
pejabat bank lainnya;
f. serta
perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak-pihak
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4)
Batas maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak boleh melebihi 10%
(sepuluh perseratus) dari modal bank yang sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal
11
(1)
Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan
investasi surat berharga atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan
oleh bank kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk
kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang
bersangkutan.
(3)
Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan
investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan
oleh bank kepada:
a.
pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh perseratus) atau lebih dari modal disetor
bank;
b. anggota Dewan Komisaris;
c.
anggota Direksi;
d.
keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c;
e.
pejabat bank lainnya; dan
f.
perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat kepentingan dari pihakpihak sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e.
(4A)
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang
melampaui batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4).
|
7.
|
Pasal 12
Pemerintah dapat menugaskan Bank Umum untuk melaksanakan program
pemerintah guna mengembangkan sektor-sektor perekonomian tertentu, atau
memberikan perhatian yang lebih besar pada koperasi dan pengusaha golongan
ekonomi lemah/pengusaha kecil dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak, berdasarkan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
|
Pasal
12
(1)
Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan taraf hidup rakyat banyak melalui
pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank
Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum.
(2)
Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal
12A
(1)
Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh agunan, baik melalui pelelangan
maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik
agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik
agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank,
dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
(2)
Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan pencairannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
8.
|
Pasal 13
c. menyediakan pembiayaan bagi nasabah berdasarkan prinsip bagi
hasil sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah;
|
Pasal 13
c.
menyediakan pembiayaan dan penempatan dana berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
9.
|
Pasal 16
(1) Setiap
pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan,
dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, wajib terlebih dahulu
memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari
Menteri, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud
diatur dengan Undang-undang tersendiri.
(2)
Izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat diberikan oleh Menteri
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(3)
Untuk mendapatkan izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib dipenuhi persyaratan tentang :
a.
susunan organisasi; permodalan;
b.
kepemilikan;
c.
keahlian di bidang perbankan;
d.
kelayakan rencana kerja;
e.
dan hal-hal lain yang ditetapkan oleh Menteri, setelah mendengar pertimbangan
Bank Indonesia.
|
Pasal
16
(1)
Setiap pihak yang melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin usaha sebagai Bank Umum atau
Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan Bank Indonesia, kecuali apabila
kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dimaksud diatur dengan undang-undang
tersendiri.
(2)
Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang:
a.
susunan organisasi dan kepengurusan;
b.
permodalan;
c.
kepemilikan;
d.
keahlian di bidang Perbankan;
e.
kelayakan rencana kerja
(3)
Persyaratan dan tata cara perizinan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
|
10.
|
Pasal 17
Untuk mendapatkan izin usaha sebagai Bank Umum yang berbentuk
bank campuran, wajib dipenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (3) dan ayat (6), serta ketentuan yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah,
yang mengatur :
a. jumlah
kepemilikan dan kepengurusan pihak asing yang diizinkan;
b.
pihak-pihak yang diizinkan bekerja sama;
c.
hal-hal lain yang menurut Dewan Moneter perlu diatur untuk kepentingan
pembangunan nasional.
|
Pasal
17
Dihapus
|
11.
|
Pasal 18
(1) Pembukaan
kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri, setelah
mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan
kantor cabang dan perwakilan Bank Umum di luar negeri hanya dapat dilakukan
dengan izin Menteri, setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan
kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan kepada Bank
Indonesia.
(4)
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor-kantor Bank Umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Menteri
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal
18
(1)
Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank
Indonesia.
(2)
Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri
dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
(3)
Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum wajib dilaporkan terlebih
dahulu kepada Bank Indonesia.
(4)
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
12.
|
Pasal 19
(1) Pembukaan
kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat di ibukota negara, ibukota propinsi,
ibukota kabupaten dan kotamadya, hanya dapat dilakukan dengan izin Menteri,
setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
(2)
Pembukaan kantor cabang di luar ibukota negara, ibukota propinsi, ibukota
kabupaten dan kotamadya, serta pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank
Perkreditan Rakyat wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia.
(3) Persyaratan dan tata
cara pembukaan kantor-kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar
pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal
19
(1)
Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat hanya dapat dilakukan dengan izin
Pimpinan Bank Indonesia.
(2)
Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank Perkreditan Rakyat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
13.
|
Pasal 20
(1)
Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu dan kantor perwakilan dari
suatu bank yang berkedudukan di luar negeri hanya dapat dilakukan dengan izin
Menteri, setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal
20
(1)
Pembukaan kantor cabang, kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank
yang berkedudukan di luar negeri, hanya dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank
Indonesia.
|
14.
|
Pasal 21
(1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa salah satu dari:
a. Perusahaan Perseroan (PERSERO);
b. Perusahaan Daerah;
c. Koperasi;
d. Perseroan Terbatas.
|
Pasal
21
(1)
Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a.
Perseroan Terbatas;
b.
Koperasi; atau
c. Perusahaan Daerah.
|
15.
|
Pasal 22
Bank Umum hanya dapat didirikan oleh :
a. Warga
negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia yang sepenuhnya dimiliki oleh
warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia; atau
b.
Bank yang pendirinya sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan bank yang
berkedudukan di luar negeri.
|
Pasal
22
(1)
Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a.
Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia; atau
b.
Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga negara
asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2)
Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib dipenuhi pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
16.
|
Pasal
26
(1) Bank Umum
dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek di Indonesia.
(2) Warga
negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia dan/atau badan
hukum asing dapat membeli saham Bank Umum yang dijual berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)
Warga negara asing dan/atau badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum
melalui bursa efek, dengan ketentuan tidak menjadi mayoritas.
(4) Khusus
bagi Bank Umum milik negara, emisi saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
hanya dapat dilakukan tanpa mengakibatkan perubahan atas mayoritas
kepemilikan saham oleh negara.
(5)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), dan ayat
(4) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
Pasal
26
(1)
Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2)
Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, dan atau badan
hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, secara langsung dan atau melalui
bursa efek.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
|
17.
|
Pasal 27
Perubahan kepemilikan bank wajib :
a. memenuhi
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (6), Pasal 17, Pasal 22,
Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26;
b.
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
|
Pasal
27
Perubahan
kepemilikan bank wajib:
a.
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3), Pasal 22, Pasal
23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan
b.
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
|
18.
|
Pasal 28
(1)
Merger dan konsolidasi antar bank, serta akuisisi bank wajib terlebih dahulu
mendapat izin Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia.
|
Pasal
28
(1)
Merger, konsolidasi, dan akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin
Pimpinan Bank Indonesia.
|
19.
|
Pasal 29
(1) Pembinaan
dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2) Bank
Indonesia menetapkan ketentuan tentang kesehatan bank dengan memperhatikan
aspek permodalan, kualitas asset, kualitas manajemen, rentabilitas,
likuiditas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank.
(3) Bank
wajib memelihara kesehatan bank sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dan wajib melakukan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(4) Dalam
memberikan kredit dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh
cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan
dananya kepada bank.
(5)
Untuk kepentingan nasabah, bank menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian bagi transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.
|
Pasal
29
(1)
Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
(2)
Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan
modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas,
dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib melakukan
kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3)
Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.
(4)
Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan
timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan
melalui bank.
(5)
Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
20.
|
Pasal 31
(1) Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap bank, baik secara berkala maupun
setiap waktu apabila diperlukan.
(2)
Dalam hal diperlukan untuk menetapkan kebijaksanaan makro dewan moneter dapat
meminta Bank Indonesia untuk:
a.
menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank yang diperlukan;
b. melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank, dan melaporkan
hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
|
Pasal
31
Bank
Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank, baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.
Pasal
31A
Bank
Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk dan atas nama Bank Indonesia
melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
|
21.
|
Pasal 32
Jika dianggap perlu, Menteri dapat pula meminta Bank Indonesia
untuk menyampaikan laporan mengenai hasil pemeriksaan bank atau meminta Bank
Indonesia untuk melakukan pemeriksaan khusus terhadap bank dan melaporkan
hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
|
Pasal
32
Dihapus
|
22.
|
Pasal 33
(1) Laporan
pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 32 bersifat
rahasia.
(2)
Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan
Pasal 32 ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
Pasal
33
(1)
Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan Pasal 31A
bersifat rahasia.
(2)
Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan
Pasal 31A ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
23.
|
Pasal 37
(1)
Apabila menurut penilaian Bank Indonesia suatu bank diperkirakan mengalami
kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, Bank Indonesia
memberitahukan hal tersebut kepada Menteri.
(2) Dalam hal
suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka
Bank Indonesia dapat :
a. melakukan tindakan agar :
1. pemegang
saham menambah modal;
2. pemegang
saham mengganti dewan komisaris dan/atau direksi bank;
3. bank
menghapus-bukukan kredit yang macet, dan memperhitungkan kerugian bank dengan
modalnya;
4.
bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
5.
bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
b. mengambil tindakan lain sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3) Apabila
menurut penilaian Bank Indonesia :
a. keadaan
suatu bank membahayakan sistem perbankan; atau
b.
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) belum cukup untuk mengatasi
kesulitan yang dihadapi bank; Bank
Indonesia mengusulkan kepada Menteri untuk mencabut izin usaha bank tersebut.
(4)
Berdasarkan usul Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), Menteri
mencabut izin usaha bank yang bersangkutan dan memerintahkan direksi untuk
melikuidasi bank tersebut.
(5) Dalam hal direksi tidak melikuidasi bank sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), Menteri setelah mendengar pertimbangan Bank Indonesia meminta
kepada Pengadilan untuk melikuidasi bank yang bersangkutan.
|
Pasal
37
(1)
Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya,
Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
a.
pemegang saham menambah modal;
b.
pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau Direksi bank;
c.
bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah yang
macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d.
bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank lain;
e.
bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil alih seluruh kewajiban;
f.
bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian kegiatan bank kepada pihak
lain;
g.
bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau kewajiban bankkepada bank
atau pihak lain.
(2)
Apabila:
a.
tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum cukup untuk
mengatasi
kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
b.
menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank dapat membahayakan sistem
Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank dan
memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakanRapat Umum Pemegang
Saham guna membubarkan badan hukum bank dan membentuk tim likuidasi.
(3)
Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada pengadilan
untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan hukum bank, penunjukan
tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
|
24.
|
Pasal
37A
(1)
Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi kesulitan Perbankan yang membahayakan
perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia, Pemerintah setelah
berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dapat
membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan
Perbankan.
(2)
Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) melakukan program penyehatan
terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank Indonesia kepada
badan dimaksud.
(3)
Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap bank-bank, badan khusus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu :
a.
mengambil alih dan menjalankan segala hak dan wewenang pemegang saham termasuk
hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b.
mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan wewenang Direksi dan Komisaris
bank;
c.
menguasai, mengelola dan melakukan tindakan kepemilikan atas kekayaan milik
atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada pihak
manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
d.
meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau mengubah kontrak yang mengikat
bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan khusus merugikan
bank ;
e.
menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi, Komisaris, dan pemegang saham
tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung maupun
melalui penawaran umum;
f.
menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau menyerahkan pengelolaannya
kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah Debitur;
g.
mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen bank kepada pihak lain;
h.
melakukan penyertaan modal sementara pada bank, secara langsung atau melalui
pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada bank;
i.
melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti dengan penerbitan Surat
Paksa;
j.
melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang menjadi
hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan bantuan
alat negara penegak hukum yang berwenang;
k.
melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk memperoleh segala keterangan yang
diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan pihak manapun
yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui kegiatan yang
merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
l.
menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank dalam program penyehatan
dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang bersangkutan, dan
bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau kelalaian Direksi,
Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian tersebut akan dibebankan
kepada yang bersangkutan;
m.
menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor oleh pemegang saham bank
dalam program penyehatan;
n.
melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan wewenang
sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
(4)
Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus sebagaimana dimaksud dalam
ayat (3) adalah sah berdasarkan undang-undang ini.
(5)
Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), bank dalam
program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai
usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan bukubuku dan berkas
yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka
memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
(6)
Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf k wajib memberikan keterangan
dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
(7)
Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan laporan
kegiatan kepada Menteri Keuangan.
(8)
Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus telah menyelesaikan tugasnya,
Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
(9)
Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
25.
|
Pasal
37 B
(1)
Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang disimpan pada bank yang bersangkutan.
(2)
Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3)
Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berbentuk badan
hukum Indonesia.
(4)
Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan Lembaga Penjamin Simpanan,
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
|
|
26.
|
Pasal 40
(1)
Bank dilarang memberikan keterangan yang tercatat pada bank tentang keadaan
keuangan dan hal-hal lain dari nasabahnya, yang wajib dirahasiakan oleh bank
menurut kelaziman dalam dunia perbankan, kecuali dalam hal sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, dan Pasal 44.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi pihak
terafiliasi.
|
Pasal
40
(1)
Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A,
Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi.
|
27.
|
Pasal 41
(1)
Untuk kepentingan perpajakan Menteri berwenang mengeluarkan perintah tertulis
kepada Bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti
tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah tertentu kepada
pejabat pajak.
(2)
Perintah tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menyebutkan nama
pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya.
|
Pasal
41
(1)
Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri
Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan
keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai
keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
Pasal
41A
(1)
Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia
memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia
Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan
Nasabah Debitur.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia
Urusan Piutang Negara.
(3)
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan Piutang
Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan, dan alasan diperlukannya
keterangan.
|
28.
|
Pasal 42
(1)
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Menteri dapat memberi izin
kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank tentang
keadaan keuangan tersangka/terdakwa pada bank.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis alas
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung,
atau Ketua Mahkamah Agung.
(3)
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam, ayat (2) harus menyebutkan nama dan
jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka/terdakwa, sebab-sebab
keterangan diperlukan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan
keterangan-keterangan yang diperlukan.
|
Pasal
42
(1)
Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan
tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung, atau Ketua
Mahkamah Agung.
(3)
Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan
polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka atau terdakwa, alasan diperlukannya
keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan
yang diperlukan.
Pasal
42A
Bank
wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A,
dan Pasal 42.
|
29.
|
Pasal 44
(1)
Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank, direksi bank dapat
memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain.
(2)
Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia.
|
Pasal
44A
(1)
Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara
tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan
pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan
tersebut.
(2)
Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah
Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan
Nasabah Penyimpan tersebut.
|
30.
|
Pasal 46
(1)
Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa
giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk
lainnya yang dipersamakan dengan itu tanpa izin usaha dari Menteri
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dan Pasal 17, diancam dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
|
Pasal
46
(1)
Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin
usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam
dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15
(lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh
miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
|
31.
|
Pasal 47
(1)
Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis dari Menteri kepada bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 atau tanpa izin Menteri sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau pihak terafiliasi
untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.
3.000.000.000,- (tiga milyar rupiah).
(2)
Anggota dewan komisaris, direksi, pegawai bank atau pihak terafiliasi lainnya
yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut
Pasal 40, diancam dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda
paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
|
Pasal
47
(1)
Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42, dengan sengaja
memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2
(dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak
Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya
yang dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal
40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
Pasal
47 A
Anggota
Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan Pasal
44A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).
|
32.
|
Pasal 48
(1)
Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak
memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30
ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun clan denda paling banyak Rp.
2.000.000.000,¬(dua milyar rupiah).
(2)
Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang lalai memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
clan ayat (2) clan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.
1.000.000.000,- (satu miiyar rupiah).
|
Pasal
48
(1)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)
dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang lalai memberikan keterangan
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2)
dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan sekurang-kurangnya
1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda
sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
|
33.
|
Pasal 49
(1) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja :
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam
pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan
usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam
dokumen awu laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu
bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalarn pembukuan: atau dalam laporan,
maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan,
menghilang¬kan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut,
diancam dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp. 10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah).
(2) Anggota dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang
dengan sengaja :
a.
meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu
imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk
keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka
mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang
muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka
pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes,
cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka
memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang
melebihi batas kreditnya pada bank;
b.
tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp.
6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).
|
Pasal
49
(1)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja :
a.
membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi
atau rekening suatu bank;
b.
menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya
pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau
laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank;
c.
mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya
suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen
atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau
dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau
merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan
paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2)
Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja:
a.
meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan,
komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan
pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau
berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank
garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan
oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau
bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi
orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya
pada bank;
b.
tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
|
34.
|
Pasal 50
Pihak terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap
ketentuan dalam Undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya
yang berlaku bagi bank diancam dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun dan denda paling banyak Rp. 6.000.000.000,- (enam milyar rupiah).
|
Pasal
50
Pihak
Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan
pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan)
tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
Pasal
50A
Pemegang
saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank
tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidanapenjara
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
|
35.
|
Pasal 51
(1) Tindak
pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48 ayat (1),
Pasal 49, dan Pasal 50 adalah kejahatan.
|
Pasal
51
(1)
Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A, Pasal
48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A adalah kejahatan.
|
36.
|
Pasal 52
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 47, Pasal 48, dan Pasal 49, Bank Indonesia dapat menetapkan
sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
ditentukan dalam Undang-undang ini atau menyampaikan pertimbangan kepada
Menteri untuk mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
|
Pasal
52
(1)
Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47,
Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50A, Bank Indonesia dapat menetapkan
sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi kewajibannya sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat
mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
(2)
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), antara lain adalah:
a.
denda uang;
b.
teguran tertulis;
c.
penurunan tingkat kesehatan bank;
d.
larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e.
pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun
untuk bank secara keseluruhan;
f.
pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk dan mengangkat pengganti
sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat Anggota Koperasi
mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank Indonesia;
g.
pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang saham dalam daftar orang
tercela di bidang Perbankan.
(3)
Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi administratif ditetapkan oleh Bank Indonesia.
|
37.
|
Pasal 55
(1) Bank yang telah memiliki izin usaha dari Menteri pada saat
Undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha
berdasarkan Undang-undang ini.
(2) Bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam Undang-undang ini selambat-lambatnya dalam jangka
waktu 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Undang-undang ini.
(3) Bank Perkreditan Rakyat yang telah mempunyai izin usaha pada
saat Undang-undang ini mulai berlaku, dan berkedudukan di ibukota negara,
ibukota propinsi, ibukota kabupaten, dan kotamadya, tetap dapat melanjutkan
usahanya sebagai Bank Perkreditan Rakyat hingga dapat ditingkatkan menjadi
Bank Umum.
|
Pasal
55
Bank
yang telah memiliki izin usaha pada saat undang- undang ini mulai berlaku, dinyatakan
telah memperoleh izin usaha berdasarkan undang-undang ini.
|
38.
|
Pasal 59
Peraturan perundang-undangan yang telah dikeluarkan sebelum
berlakunya Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengan
Undang-undang ini, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan dicabut, diganti
atau diperbaharui.
|
Pasal
59A
Badan
khusus yang melakukan tugas penyehatan Perbankan yang telah ada sebelum
berlakunya undang-undang ini
dinyatakan tetap berlaku.
|
Nilai 90
BalasHapus